Jumat, 11 Juni 2010

Jagalah Terumbu Karang

Dunia kian dipadati manusia, lebih dari enam-setengah miliar jiwa. Perjuangan memenuhi kebutuhan hidup kian ganas. Industri wahana modernisasi kian meluas dan kian rakus. Maka polusi pun kian kejam, khususnya ketika CO2 mengangkasa lalu merangsang tumbuhnya kubah raksasa yaitu efek rumahkaca, hingga pemanasan global (global warming) pun kian melelehkan es kedua kutub bumi. Maka menjadi tidak aneh ketika ribuan pakar dunia mengabarkan betapa cepatnya paras permukaan air laut naik. Menurut beberapa ahli pakar dunia mengatakan bahwa setiap kenaikan temperatur bumi 10 C, permukaan air laut naik 1 meter. Faktanya, selama 100 tahun terakhir, paras muka air laut telah naik 1 meter. Jika kondisi ini terus berlangsung, maka bukan tidak mungkin pada tahun 2030-an sekitar 2000 pulau milik Indonesia tenggelam.

Pemanasan global yang saat ini terjadi bukan hanya mengancam kehidupan manusia di atas permukaan tanah namun juga mengancam ekosistem terumbu karang di bawah laut. Pada peristiwa El Nino tahun 1997/1998, suhu permukaan air laut naik secara tiba-tiba, menyebabkan terjadinya pemutihan karang secara massal dan mematikan sekitar 16% terumbu karang di seluruh dunia. Sebagian besar diantaranya adalah terumbu karang yang berumur ratusan bahkan ribuan tahun.

Indonesia sebagai negara yang memiliki hutan cukup luas di dunia, sangat memainkan peran penting untuk bisa menjaga paru-paru dunia. Sejauh ini hutan di percaya sebagai paru-paru dunia yang dapat mengikat emisi karbon yang di lepas ke udara oleh pabrik-pabrik industri, kendaran bermotor, kebakaran hutan, asap rokok dan banyak lagi sumber-sumber emisi karbon lainnya, sehingga dapat mengurangi dampak pemanasan global. Namun sesungguhnya Indonesia yang 2/3 wilayahnya adalah lautan, juga memiliki fungsi dan peran cukup besar dalam mengikat emisi karbon bahkan dua kali lipat dari kapasitas hutan. Emisi karbon yang sampai ke laut, diserap oleh phytoplankton yang jumlahnya sangat banyak dilautan dan kemudian ditenggelamkan ke dasar laut atau diubah menjadi sumber energi ketika phytoplankton tersebut dimakan oleh ikan dan biota laut lainya.

Indonesia merupakan negara pengekspor karang hidup terbesar dunia. Tercatat 200 ribu karang pada 2002 sampai 800 ribu karang pada 2005 telah di ekspor dari Indonesia. Sementara sumbangan produksi terumbu karang Indonesia di sektor perikanan mencapai US$ 600 juta per tahun. Ini karena Indonesia terletak dalam jantung kawasan segitiga karang dunia (heart of global coral triangle). Lokasi ini menjadikan Indonesia memiliki jumlah jenis karang terbesar di dunia dari sekitar 700 jenis karang di dunia, 590 diantaranya ada di Indonesia. Disisi lain coral triangle memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia. lebih dari 120 juta orang hidupnya bergantung pada terumbu karang dan perikanan di kawasan tersebut. Coral triangle yang meliputi Indonesia, Philipina, Malaysia, Timor leste, Papua New Guinea dan Kepulauan Salomon ini, merupakan kawasan yang memiliki keanakaragaman hayati laut tertinggi di dunia khususnya terumbu karang.

Namun, pemanasan global juga membawa ancaman terhadap terumbu karang Indonesia, yang merupakan jantung kawasan segitiga karang dunia. Dampak dari naiknya suhu dan permukaan air laut yang terjadi pada akhir-akhir ini telah mengakibatkan 30% terumbu karang yang ada di Indonesia telah mengalami bleaching (pemutihan). Jika luas total terumbu karang yang ada di Indonesia 51.020 km2, terumbu karang yang mengalami pemutihan akibat pamanasan global ini sedikitnya telah mencapai 15.306 km2. Kondisi ini juga akan memberikan implikasi pada sosial ekonomi masyarakat sekitar dan pariwisata bahari.

Naiknya suhu dan permukaan air laut adalah dua kendala yang menjadi penyebab utama kerusakan dan kepunahan terumbu karang. Kedua kendala tersebut juga memberikan dampak serius pada ekologi samudera dan yang paling penting terumbu karang yang merupakan tempat tinggal berbagai macam mahluk hidup samudera. Hewan karang akan menjadi stres apabila terjadi kenaikan suhu lebih dari 2-3 derajat celcius di atas suhu air laut normal. Pada saat stress, pigmen warna (Alga bersel satu atau zooxanthellae) yang melekat pada tubuhnya akan pergi ataupun mati sehingga menyebabkan terjadinya bleaching (pemutihan). Sebanyak 70-80 persen karang menggantungkan makanan pada alga tersebut, jadi mereka akan mengalami kelaparan ataupun kematian. Bila karang memutih atau mati, rantai makanan akan terputus yang berdampak pada ketersediaan ikan dilaut dan ekosistem laut.

Terumbu karang dapat mengurangi dampak dari pemanasan global. Terumbu karang dengan kondisi yang baik memiliki fungsi yang cukup luas, yaitu memecah ombak dan mengurangi erosi; tempat cadangan deposisi kapur yang mengandung carbon; sebagai tempat berkembang-biak, mencari makan dan berlindung bagi ikan dan biota laut lainnya. Terumbu karang juga berfungsi mengurangi karbon yang lepas ke atmosfer sehingga dapat mengurangi kerusakan ozon. Tetapi pada terumbu karang dengan kondisi jelek terjadi pengurangan kapur yang mengakibatkan turunnya permukan terumbu karang. Sehingga gelombang laut tidak dapat lagi di pecah oleh terumbu karang yang letaknya menjadi jauh dibawah permukanan laut. Lambat laut, gempuran gelombang laut mengerus dataran rendah menjadi laut.

Salah satu usaha menghadapi ancaman pemanasan global adalah menjaga dan memelihara terumbu karang. Imam Bachtiar, salah seorang pemerhati terumbu karang sudah sering kali mengingatkan “Jika anda tidak memelihara terumbu karang di wilayah pesisir anda, cucu anda tidak dapat mewarisi tanah dan rumah anda sekarang, karena 100 tahun lagi akan menjadi laut”. Akankah kita berdiam diri hingga prediksi ini benar-benar terjadi?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar