Jumat, 30 Juli 2010

Mereka yang Terasing Dalam Keramaian

selamatkan bumi dengan tanganmu....!!!

Siang itu ketika mentari sudah mulai beranjak ke ufuk barat, kami meninggalkan kota Makassar, di bawah naungan langit yang tampak mulai mendung, kami susuri jalan beraspal yang berdebu menuju ke suatu tempat, di mana keramahan dan kekeluargaan masih begitu lekat dengan masyarakatnya.

Dusun “Tana Malie” yang dalam bahasa Indonesia berarti Dusun “tanah yang Hanyut”, berada di Desa Ujung Labuang Kab. Pinrang Sulawesi Selatan kurang lebih 180 Km sebelah barat kota Makassar, dari sanalah awal mula mengapa tulisan ini ada. Sedikit catatan perjalan yang Tim Coral lakukan selama 3 hari.

Tepat pukul 20.00 Wita kami tiba di sana, dengan menggunakan “katinting” “sejenis perahu kecil yang memiliki pelampung di sebelah kiri dan kanannya” kami menyeberangi lautan menuju ke dusun tersebut. Dari kejauhan tampak jejeran rumah yang tak begitu teratur, dengan pencahayaan lampu yang seadanya. Maklumlah baru-baru ini di dusun tersebut telah dikembangkan Listrik tenaga surya oleh Pemerintah setempat, walaupun menurut masyarakat di sana itu belum cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka.

Jumlah rumah yang ada di Dusun tersebut kurang lebih 60 rumah, 1 tempat ibadah berupa Masjid dan 1 bangunan Sekolah Dasar dengan jumlah siswa setiap kelasnya cuma 9 orang dengan beberapa orang tenaga pengajar yang masih honor. Memprihatinkan memang mengingat dusun ini begitu dekat dengan kota Pare-Pare, dari tempat ini kita bisa melihat kota Pare-pare bermandikan cahaya pada malam hari, sedangkan mereka harus menghemat agar mendapatkan sedikit cahaya pada waktu malam. Betul-betul sebuah gambaran yang kontras ditengah arus globalisasi yang semakin maju.

Mayoritas mata pencaharian masyarakat di sana adalah hasil laut, yang dipasarkan ke kota Pare-pare lewat jalur Laut, dibandingkan mereka melewati jalur darat mereka harus menempuh perjalanan kurang lebih 30 Km. belum lagi masih banyak jalan-jalan di sana yang rusak dan tidak dapat dilalui apabila musim penghujan telah tiba.

Hari kedua kami disana berjalan menyusiri Dusun tersebut, miris hati melihat banyaknya tumpukan-tumpukan sampah plastik yang tampaknya telah lama berada di sana, tak ada yang mengurusi. Asumsi yang terbangun ketika itu adalah, sampah yang ada di situ adalah sampah yang terbawa oleh laut entah dari daerah mana datangnya, yang kami tau sampah itu begitu merugikan penduduk dan masyarakat yang bermukim di sana.

Tiba saatnya kami kembali ke Makassar tepatnya tanggal 21 juli 2010 dengan membawa keriangan anak-anak disana, dengan membawa keramahan n kesederhanaan masyarakatnya, dengan membawa sedikit catatan tentang kehidupan mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar